I.
ENDAHULUAN
Sebagaimana pada makalah kemarin telah dijelaskan
tentang at-tasybih dan macam-macamnya, yaitu menyerupakan hal satu
dengan hal lainnya baik itu verbal atau non verbal.
Ulama’ balaghoh berpendapat bahwa asul dari uslub
majaz adalah uslub tasybih, perbedaanya adalah kalau tasybih itu musyabah dan
musyabah bihinya harus ada dalam kalimat, sedangkan majaz hanya ada salah satu diantara keduanya. Di
dalam buku Ilmu Balaghoh Antara Al-Bayan Dan Albadi’ majaz dibagi menjadi tiga, yaitu: majaz
isti’arah, majaz mursal dan majaz ‘aqly. Pada kesempatan kali ini pemakalah
akan membahas salah satu dari pembagian majaz tersebut yaitu majaz ‘aqly.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Apakah pengertian majaz ‘aqly?
B. Bagaimanakah hubungan majaz ‘aqly?
C. Apa perbedaan majaz ‘aqly dengan majaz mursal dan
majaz isti’arah?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Majaz ‘Aqly
Jika kiasan pada مجاز المرسل terletak pada kata-kata, maka kiasan pada مجاز عقلي terletak pada isnad (hubungan), dengan kata lain
majaz ‘aqly menghubungakan suatu perbuatan, tidak dengan pelaku sebebenarnya,
melainkan dengan penyebab terjadinya perbuatan tersebut atau dengan tempatnya,
waktunya dan sebagainya[1].
Di dalam buku ilmu
balaghoh antara al-bayan dan al-badi’ oleh H. Mardjoko Idris, MA.
Mengatakan bahwa:
المجاز العقلي هو اسناد الفعل او ما فى معناه الى غير فاعله
الحقيقى
Artinya:
Majaz ‘aqly adalah
penyandaran fi’il pada fail yang tidak sebenarnya[2]
المجاز العقلى هو اسناد الفعل او فى معناه الى غير ما هو له
لعلاقة مع قرينة مانعة من ارادة الاىسناد
الى الحقيقي.[3]
Majaz ‘aqli adalah menyandarkan fi’il
pada sesuatau yang lain untuk suatu hubungan pada hakikatnya.
Contoh:
بنى المحافظ كثيرا
من المدارس
gubernur telah
membangun banyak sekolah.
Hakikatnya, pelaku
pembangunan sekolah adalah para tukang, tetapi disini pembanguan diisnadkan
(dihubungkan) kepada gubernur, karena ialah sebagai penyebab terlaksananya
pembangunan.
ازدحمت شوارع
جاكارتا
Contoh di atas adalah
majaz kiasan ini digunakan untuk menegaskan pentingnya peranan dan manfaat kata
kiasan. Begitu penting peranan gubernur dalam kasus kemacetan di jakarta,
permasalahan utama dan yang perlu di atasi bukan mobil , melainkan
kondisi-kondisi yang terkait dengan jalan raya, tepat lewat mobil.[4]
B. Hubungan Majazul ‘Aqly
Untuk majaz ‘aqly terdapat beberapa hubungan yang
berbeda-beda, diantaranya adalah, sebagai berikut;
1. Hubungan Sebab الاسناد الى السبب
Contoh : واذا تليت عليهم اياته زادنهم ايمانا
Artinya: Apabila dibacakan ayat-ayat (Allah) kepada mereka
maka bertambahlah imannya.
Dalam firman Allah mengguankan gaya bahasa majaz ‘aqly, yaitu
adanya penyandaran fi’il pada fa’il yang tidak sebenarnya. Penyandaran
fi’il زاد kepada الايات adalah penyandaran bukan pada fa’il yang
sebenarnya, sedang yag dimaksud adalah penyandaran fi’il زاد kepada Allah.
2. Hubungan Waktu العلاقة الزمانية
Contoh: يوم
يجعل الولدان شيبا
Terdapat penyandaran fi’il يجعل (menjadikan) pada fail yang tidak sebenarnya. Yaitu berupa
dhomir mustatir kembalinya pada اليوم asalnya berbunyi يوم يجعل اليوم الوالدان شيبا , bahwa hari tidak dapat menjadikan anak berubah, yang dapat
menjadikan anak berubah adalah Allah. Berhubung proses anak menjadi dewasa itu
terjadi di sela-sela perjalanan zaman (waktu), maka hubungan yang ada adalah
hubungan zaman العلاقة
الزمانية.
3. Hubungan Tempat العلاقة المكانية
Contoh: [5]وجعلنا الانهار تجري من تحتهم
Terdapat penyandaran fi’il تجري (mengalir) pada fi’il yang tidak
sebenarnya. Benarkah sungai itu mengalur? Tentu saja tidak, yang mengalir
adalah air. Dengan demikian penyandaran yang sebenarnya adalah تجري المياه من تحتهم (air-air itu mengalir dibawah mereka). Maka
hubungan yang ada adalah hubungan tempat العلاقة المكانية sungai menjadi tempat air menaglir.
4. Hubungan Maf’uliayh العلاقة المفعولية
Contoh: لا
عاصم اليوم من امر الله الا من رحم
Allah menggunakan lafadz عاصم adalah berbentuk isim fail yang
mempunyai arti “yang melindungi” akan tetapi aslinya adalah “yang dilindungi”
sehingga yang dimaksud ayat tersebut لا معصوم اليوم من قضاء الله الا من رحمة الله, yang terdapat pada ayat
tersebut penyandaran isim fail pada isim maf’ul, dan hubungan yang ada adalah
hubungan maf’uliyah العلاقة
المفعولية
5. Hubungan Fa’iliyyah العلاقة الفاعلية
Contoh: واذا
قرأت القران جعلنا بينك وبين الذين لا يؤمنون بالاخرة حجابا مستورا
Terdapat penggunaan lafadz مستورا yaitu berbentuk isim maf’ul yang berarti “ditutupi” yang dimaksud sesungguhnya
bukanlah bentuk isim maf’ul melainkan isim fa’il, sehingga ayat tersebut
berbunyi حجابا ساتراdan bukan حجابا
مستورا dalam arti yang sebnarnya. Dengan demikian dapat
dimengerti bahwa pada contoh di atas terjadi penyandaran lafadz مستورا (bentuk isim maf’ul) pada lafadz ساترا (bentuk isim fa’il) hubungannya adalah
fa’iliyyah العلاقة
الفاعلية
6. Hubungan Masdariyah العلاقة المصدرية
Contoh: سيذكرني
اذا جد جدهم # وفى الليلة الظلماء يفتقد البدر
Terdapat kalimat yang berbunyi جد جدهم penyandaran fiil جد pada fail جدهم adalah bukan penyandaran fail yang
bukan sebenarnya, penyandaran yang dimaksud adalah pada lafadz الجاد sehingga kalimat tersebut berbunyi اذا جد الجاد جدهم pada kalimat tersebut fail yang sebenarnya الجاد di buang kemudian fiilnya disandarkan pada isim masdar, yaitu
جدهم . hubungan adalah hubungan masdariyah العلاقة المصدرية[6]
C. Perbedaan majaz ‘aqly dengan majaz mursal dan
majaz isti’arah
Mayoritas ahli balâghah
mengatakan bahwa bila kaitan antara arti hakekat dan majâz adalah adanya
keserupaan (musyâbahah) maka disebut isti‘ârah, bila kaitan
antara keduanya tidak ada keserupaan (ghair musyâbahah) maka disebut al-majâz
al-mursal.[7]
IV.
KESIMPULAN
Majaz ‘aqly adalah penyandaran fi’il pada fail
yang tidak sebenarnya.
Ada beberapa macam isnad dalam majazul ‘aqly atau
hubungan majazul ‘aqly diantaranya: hubungan sebab, hubungan waktu, hubungan
tempat, hubungan fa’il, hubungan maf’ul dan hubungan masdar.
Perbedaan antara majaz ‘aqly dengan majaz mursal
dan majaz isti’arah, bila kaitan antara arti hakekat dan majâz adalah
adanya keserupaan (musyâbahah) maka disebut isti‘ârah, bila
kaitan antara keduanya tidak ada keserupaan (ghair musyâbahah) maka
disebut al-majâz al-mursal.
V.
PENUTUP
Alhamdulillahi
Rabbil ‘Alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kenikmatan, sehingga penulis
mampu menyelesaikan makalah balaghoh ini tentang Al-majazul ‘aqly dengan
lancar. penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan baik teknis penulisan maupun materi. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun penulis sangat harapkan guna perbaikan makalah
selanjutnya. Semoga makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi penulis dan
juga para pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Bakrî. Syaikh Amîn, al-Balâghah al-‘Arabiyah fî Tsaubihâ
al-Jadîd al-Bayân, juz.II,. Beirut: Dâr ‘Ilm li al-Malâyîn, 1995
Hidayat. Al-Balaghotul Badi’ Was Syawahidu Min Kalamil Badi’, Jakkarta:
Pt Karya Toha Putra 2002
Idris.H. Mardjoko, Ilmu Balaghoh Antara Al-Bayan Dan Al-Badi’,
Yogyakarta: Penerbit Teras 2007
Jazim. Aliyul Dan Mustofa Amin, Albalaghoh Al-Wadihah, Kairo:
Daarul Ma’arif 111 M
Qodir .Abdul Husain, Fan-Nul Balaghoh, Beirut: Al-Mazro’atu
Binayatul Iman 1983 M
[1] Prof. Dr. D,
Hidayat, Al-Balaghotul Badi’ Was Syawahidu Min Kalamil Badi’, (Jakkarta:
Pt Karya Toha Putra 2002). Hlm. 134.
[2]H. Mardjoko
Idris, Ilmu Balaghoh Antara Al-Bayan Dan Al-Badi’, (Yogyakarta: Penerbit
Teras 2007), hlm. 34
[3]‘Aliyul Jazim
Dan Mustofa Amin, Albalaghoh Al-Wadihah, (Kairo: Daarul Ma’arif 111 M).
hlm. 117
[4]
Prof. Dr. D,
Hidayat, Al-Balaghotul Badi’ Was Syawahidu Min Kalamil Badi’,.hlm. 134
[5]‘Abdul Qodir
Husain, Fan-Nul Balaghoh, (Beirut: Al-Mazro’atu Binayatul Iman 1983 M).
hlm, 93
[6]
H. Mardjoko
Idris, Ilmu Balaghoh Antara Al-Bayan Dan Al-Badi’, hlm 49-51
[7][7] Bakrî Syaikh Amîn, al-Balâghah al-‘Arabiyah fî Tsaubihâ al-Jadîd
al-Bayân, juz.II, (Beirut: Dâr ‘Ilm li al-Malâyîn, 1995), h. 18. Selanjutnya disebut Bakrî Syaikh Amîn, juz.II.